KOLOM JAWA TIMUR || Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur, mengkritik imbauan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang meminta warung Madura agar mengikuti aturan jam operasional yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, yakni warung tidak buka 24 jam.
“Selama ini toko madura atau toko kelontong, dalam perjalanan operasionalnya memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat utamanya kelas menengah ke bawah. Dengan kata lain toko kelontong menjadi salah satu ikon dari konsep ekonomi kerakyatan yang sesungguhnya,” kata Wakil Ketua 1 Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur, Moh Sa’i Yusuf.
Moh Sa’i meminta, pemerintah memberikan apresiasi dan mendukung dari usaha mikro semacam toko kelontong, bukan memberikan respon serta kebijakan yang justru mempersempit bahkan merugikan pegiat ekonomi menengah kebawah.
“Kendati ada peraturan daerah (Perda) yang ditetapkan diberbagai daerah. Seperti peraturan daerah klungkung nomor 13 tahun 2018 tentang penataan dan pembinaan pasar rakyat, pusat perbelanjaan dan toko swalayan. Terkait jam operasional usaha tersebut harus ada pengecualian terhadap beberapa usaha mikro yang dikelola secara mandiri oleh rakyat,” paparnya.
Respon yang disampaikan dari kementerian tersebut kata Sa’i, tidak bermuara pada unsur keadilan sesama rakyat dan bangsa Indonesia.
“Begitu jelas respon dari sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM tersebut, hanya berangkat dari keluhan disalah satu daerah oleh perorangan yang jika ditelisik lebih jauh, lebih condong kepada soal-soal yang bersifat administrasi. Seperti contoh pendataan kepegawaian, yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan musyawarah daerah atau kebijakan daerah yang bersangkutan. Bukan ditanggapi seolah-olah menjadi masalah besar untuk negara,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sa’i menambahkan, seharusnya Kementerian Koperasi dan UKM, dalam merespon dan memberikan kebijakannya, harus berlandaskan kondisi yang seadil-adilnya.
“Karena dibalik usaha yang dibangun ada sisi kebutuhan ekonomi dan pasar setiap masyarakat, yang seharusnya negara hadir sebagai solusi dalam bentuk publik policy. Bukan malah dihadirkan dengan statement dan kebijakan yang justru merugikan masyarakat kita. Lebih-lebih menengah kebawah,” pungkasnya.
Penulis : Peng
Editor : Rik